Kamis, Desember 18

BIOSENSOR ELEKTROKIMIA







DISUSUN OLEH

SUHENDRA ISKANDAR (H311 08 266)

MEITY JOLANDA KAROMA (H311 08 262)

AHMAD FADEL (H311 08 270)
















JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2011
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI….…………………………………………………………………………...i
BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………………………………..1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………2
BAB III. PENUTUP……………………………………………………………………….5
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..6



BAB I
PENDAHULUAN

Biosensor elektrokimia sebagai bagian dari sensor kimia merupakan sensor kimia yang banyak diteliti dan dikembangkan oleh para ilmuwan. Biosensor elektrokimia sendiri didefinisikan sebagai suatu perangkat sensor yang menggabungkan senyawa biologi dengan suatu tranduser yang terbuat dari detektor elektrokimia. Dalam proses kerjanya, senyawa aktif biologi akan berinteraksi dengan molekul yang akan dideteksi yang disebut analit. Hasil interaksi yang berupa besaran fisik seperti panas, arus listrik, potensial listrik, atau lainnya akan dimonitor oleh transduser. Besaran tersebut kemudian diproses sebagai sinyal oleh signal processor elektronik sehingga diperoleh hasil yang dapat dimengerti.
Dewasa ini telah banyak dikembangkan biosensor elektrokimia karena keunggulannya yang dapat mendeteksi suatu analit secara spesifik layaknya sensor lain namun berharga relatif murah dibandingkan dengan sensor yang lain. Biosensor elektrokimia ini diharapkan di masa yang akan datang mampu menggantikan alat-alat sensor yang berharga sangat mahal.
Meninjau hal yang demikian, maka sangatlah perlu untuk mendalami dalam mempelajari biosensor elektrokimia. Berikut pada makalah ini akan dikaji mengenai prinsip kerja, bagian-bagian alat, dan manfaat pada kehidupan mengenai biosensor elektrokimia ini.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Biosensor adalah suatu alat untuk mendeteksi keberadaan analit dengan menggabungkan komponen biologis dan komponen fisika yang melibatkan reaksi-reaksi biokimia. Biosensor pada prinsipnya terdiri dari tiga bagian utama, yakni (Aviga, 2010):
1. Elemen biologi, seperti enzim, asam nukleat, atau antibodi yang sensitif terhadap keberadaan analit.
2. Transduser atau elemen detektor, seperti detektor elektrokimia, pizoelektrik, atau optik, yang mengubah sinyal yang dihasilkan dari interaksi analit dengan unsur biologis (panas, arus listrik, potensial listrik, dan lain-lain) ke sinyal lain yang dapat lebih mudah diukur dan dihitung (sinyal elektrik).
3. Signal processor elektronik, yang terutama bertanggung jawab untuk memperkuat sinyal untuk menampilkan hasil.
Biosensor elektrokimia adalah biosensor yang menggunakan detektor elektrokimia pada transdusernya. Biosensor elektrokimia biasanya didasarkan pada katalisis enzimatik dari suatu reaksi yang memproduksi elektron. Substrat sensor biasanya berisi empat elektroda yakni elektroda acuan, elektroda aktif, elektroda tenggelam, dan elektroda sumber ion. Analit target yang terlibat dalam reaksi yang terjadi pada permukaan elektroda aktif dan ion-ion yang diproduksi menciptakan sebuah potensial yang memberikan sinyal. Kita dapat mengukur arus di potensial yang tetap di mana kuat arus sebanding dengan konsentrasi analit. Biosensor elektrokimia adalah biosensor yang sangat sensitif untuk jenis-jenis analit tertentu tergantung pada komponen-komponen biosensornya dan oleh karena itu sering digunakan (Aviga, 2010).
Elemen biologi pada biosensor elektrokimia biasanya dalam bentuk terimmobilisasi. Immobilisasi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni (Suryana, 2010) :
1. Adsorpsi fisik.
2. Dengan menggunakan membran atau perangkap matriks.
3. Dengan membuat ikatan kovalen antara biomolekul dengan transduser.
Transduser pada biosensor elektrokimia ada yang menghasilkan sinyal berupa arus listrik dan ada pula yang menghasilkan sinyal berupa potensial listrik. Salah satu contoh biosensor elektrokimia yang terkenal adalah biosensor glukosa darah untuk monitoring penyakit diabetes mellitus di mana sinyal yang dihasilkan di transdusernya berupa arus listrik. Prinsip kerjanya yakni FAD (sebuah komponen dari enzim) mengoksidasi analit berupa larutan glukosa sehingga analit tersebut melepaskan dua elektron di mana oksidatornya sendiri yakni FAD tereduksi menjadi FADH2. Selanjutnya, larutan glukosa tereduksi kembali oleh elektroda dengan menerima dua elektron dalam beberapa langkah. Teroksidasinya glukosa menimbulkan arus listrik di mana kuat arusnya bergantung pada konsentrasi larutan glukosa (analit). Dalam kasus ini, elektroda adalah transduser dan enzim adalah komponen aktif biologis (Aviga, 2010).
Biosensor elektrokimia tidak hanya mempunyai jenis yang menghasilkan sinyal berupa arus listrik di transdusernya. Ada pula biosensor elektrokimia yang menghasilkan sinyal berupa potensial listrik di transdusernya. Salah satu contohnya adalah biosensor elektrokimia ESI-H2PO4- tipe tabung untuk deteksi anion H2PO4-. Berbeda dengan biosensor elektrokimia yang menghasilkan sinyal di transdusernya berupa arus listrik, biosensor elektrokimia yang menghasilkan sinyal di transdusernya berupa potensial listrik hanya terdiri dari dua elektroda yakni elektroda pembanding dan elektroda indikator. Ada dua jenis elektroda indikator, yaitu elektroda indikator logam dan elektroda indikator membran atau elektroda selektif ion. Biosensor elektrokimia ESI-H2PO4- tipe tabung sendiri memiliki elektroda indikator berupa elektroda selektif ion. Biosensor elektrokimia yang menggunakan elektroda selektif ion sekarang ini telah digunakan secara luas untuk pengukuran yang sederhana dan cepat dan ion-ion dari logam terutama dalam lingkungan dan klinik (Selpa, 2010).
Prinsip pengukuran dengan elektroda selektif ion adalah sebagai berikut. Potensial yang terukur adalah beda potensial antara elektroda selektif ion dengan potensial elektroda pembanding. Potensial yang dihasilkan oleh sel tergantung pada potensial yag dihasilkan oleh elektroda kerja. Pada umumnya, digunakan garam-garam yang tidak memberikan gangguan dalam pengukuran. Dalam larutan yang sangat encer, harga koefisien keaktifan mendekati 1 (ai = Ci) sehingga kedua garis akan saling berimpit. Jika pengukuran dilakukan dengan kekuatan ion yang sama, maka diharapkan larutan memiliki koefisien selektifitas yang sama, sehingga potensial sel yang terukur merupakan refleksi dari konsentrasi analit (Sokalski dkk., 1999).
Biosensor elektrokimia telah dipergunakan secara luas di berbagai bidang kehidupan. Misalnya pada bidang medis dan farmasi dipergunakan untuk mengontrol penyakit, diagnosis, studi efisiensi obat, dan lain-lain. Pada bidang medis untuk kontrol polusi, monitoring senyawa-senyawa toksik di udara, air, atau tanah, penentua BOD, dan lain-lain. Pada bidang pertanian untuk mengontrol kualitas tanah, mendeteksi keberadaan pestisida, dan lain-lain.





BAB III
PENUTUP

Biosensor elektrokimia memiliki sensitifitas yang tinggi namun berbiaya relatif tidak terlalu mahal, maka biosensor elektrokimia ini sangat berpotensial untuk dikembangkan di masa mendatang.


















DAFTAR PUSTAKA

Aviga, 2010, Biosensor, (http://www.doktermuda.com, diakses pada tanggal 1 Mei 2011 pukul 12.31 WITA).

Selpa, 2010, Skripsi Pembuatan ESI-H2PO4- Tipe Elektroda Tabung sebagai Sensor Potensiometrik untuk Deteksi Anion H2PO4- di Pelabuhan Tanjung Ringgit Kota Palopo.

Sokalski, T., Ceresa, A., Fibbioli, M., Zwickl, T., Bakker, E., dan Pretsch, 1999, Lowering the Detection Limit of Solvent Polymeric Ion-Selective Electodes 2 Influence of Compostion of Sample and Internal Electrolyte Solution, Anal. Chem., 71, 1210-1214.

Suryana, A., 2010, Biosensor, (http://www.warnadunia.com, diakses pada tanggal 1 Mei 2011 pukul 12.00 WITA.

0 comments:

Posting Komentar