1. KATEGORI TANTANGAN BUDAYA
Merubah Adat di Tepian Batanghari
Nama : Bidan Meiriyastuti
Usia : 32 tahun
Bidan : Sejak tahun 1998
Lokasi : Desa Teriti, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Propinsi Jambi
Penghargaan : Tenaga kesehatan teladan puskesmas tingkat nasional 2011 (dari menkes)
Tantangan Budaya : Nyebur ke Ayek, & Nasi Kecap
Bidan Meriyastuti adalah seorang bidan muda yang mendedikasikan
dirinya untuk perbaikan status kesehatan ibu dan anak di Desa teriti,
tepian Sungai Batang Hari. Desa Teriti merupakan desa terpencil
berpenduduk sekitar 932 Jiwa yang sebagian besar bermata pencaharian
sebagai petani. Desa ini dapat ditempuh selama enam jam perjalanan darat
dari kota Jambi melalui Sungai Batanghari. Diawal pengabdiannya, Bidan
Meiriyastuti merasakan kesulitan untuk dapat diterima oleh adat
masyarakat. Terkait masalah kesehatan misalnya, banyak orang tidak mau
menuruti anjurannya karena mereka lebih percaya kepada dukun. Begitupula
untuk urusan persalinan, hampir semua masyakarat di Desa Teriti masih
mempercayakan penanganan kelahiran kepada nyai dukun dengan penanganan
partus yang salah dan ritual adat pasca kelahiran yang merugikan
kesehatan ibu dan bayi.
Salah satunya adalah pantangan makan makanan bergizi bagi ibu nifas.
Menurut adat, selama 40 hari pasca melahirkan ibu hanya diperbolehkan
mengkonsumsi nasi putih dan kecap asin dengan alasan dilarang oleh dukun
karena akan mendatangkan sakit pada bayi yang mereka susui apabila
mereka makan sayuran dan ikan. Kebiasaan ini berakibat kurang baik bagi
kesehatan ibu dan bayi karena dapat menimbulkan kekurangan nutrisi.
Selain itu, terdapat pula ritual Nyebur ke Ayek, dimana 7 hari
setelah dilahirkan, bayi akan dimandikan dengan air kembang di sungai
Batang Hari yang dingin. Menurut adat, hal ini perlu dilakukan untuk
memperkenalkan anak ke dunia luar tempatnya hidup nanti. Padahal hal ini
bisa membahayakan keselamatan bayi. Pernah suatu ketika seorang bayi
prematur meninggal karena hipotermia karena dimandikan di sungai yang
dingin.
Agar dapat diterima oleh masyarakat, Bidan Meiriyastuti berusaha
melakukan pendekatan dengan mencari keluarga angkat, mendekati perangkat
desa, membentuk kader-kader terpercaya serta merangkul dukun-dukun
setempat. Ia bahkan menikahi seorang pemuda dari desa setempat. Butuh
waktu 11 tahun bagi bidan untuk mendapatkan kepercayaan dari nyai dukun
yang kini telah bermitra dengannya. Berkat pendekatan dari bidan yang
tak kenal lelah, ritual Nyebur Ke Ayek kini telah dimodifikasi dengan
cara yang lebih aman bagi bayi. Tanpa mengurangi penghormatan kepada
adat istiadat, Nyebur ke Ayek kini tetap dilakukan dengan menggunakan
airhangat dan bayi dimandikan di dalam air kembang di dalam baskom di
halaman rumah. Seluruh proses kelahiran di desa Teritik ini dilakukan
bersama-sama oleh bidan dan nyai dukun.
Memadam Api di Batas Negeri
Nama : Bidan Rosalinda Delin
Usia :
Bidan : Sejak 1991
Lokasi : Desa Jenilu, Kec. Kakuluk Atapupu, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur
Penghargaan : Tenaga kesehatan terbaik NTT 2000
Tantangan Budaya : Panggang Api
Bidan Rosalinda Delin bertugas di Desa Jenilu, Kecamatan Kakuluk,
Atapupu adalah sebuah perkampungan nelayan di Kabupaten Belu, NTT. Desa
ini hanya berjarak 12 kilometer dari perbatasan Timor Leste dan terdapat
banyak eks pengungsi yang masih tinggal di daerah tersebut dengan
kondisi yang cukup memprihatinkan.
Di desa ini terdapat budaya Panggang Api pasca-persalinan yang telah
diwariskan secara turun-temurun sejak jaman nenek moyang. Seusai
melahirkan, ibu dan bayinya dibaringkan sambil dipanasi bara api yang
menyala dari kolong tempat tidur selama 40 hari. Menurut orangtua,
kebiasaan ini ditujukan untuk menghangatkan badan ibu dan bayi.
Meskipun bertujuan baik, budaya Panggang Api mempunyai beberapa efek
negative bagi kesehatan ibu maupun bayi. Ibu melahirkan yang melakukan
panggang api akan terlihat pucat karena anemia dan mengeluarkan banyak
keringat. Sementara bayi yang baru dilahirkannya sangat rentan terkena
gangguan pernapasan atau pneumonia.
Melihat permasalahan ini, Rosalinda Delin, bidan desa yang bertugas
di Puskesmas Atapupu- Belu merasa terpanggil untuk menghilangkan
kebiasaan Panggang Api di wilayahnya. Ia melakukan kunjungan kesetiap
rumah ibu yang baru melahirkan dengan memberikan informasi dan
penjelasan mengenai bahaya kebiasaan panggang api ini.
Tidak hanya mendatangi rumah, Ibu Rosalinda Delin juga memberikan
pengarahan kepada segenap anggota keluarga ibu melahirkan. Mereka
dikumpulkan di suatu tempat untuk memanggang ikan bersama-sama. Dengana
cara bakar ikan seperti ini, bidan berusaha menganalogikan tubuh manusia
yang dipanggang api dengan seekor ikan yang dibakar. Apabila dipanaskan
terus ikan akan kering dan kehabisan darah, begitu pula tubuh manusia.
Berkat usaha Ibu Rosinda Delin, saat ini sudah tidak adalagi ibu
melahirkan di Desa Jenilu yang melakukan budaya Panggang Api.
Melebur Adat di Bumi Mandar
Nama : Bidan Sri Ariati
Usia :
Bidan : sejak tahun1973
Lokasi : Kab Majene
Bidan Sri Ariati mengabdi di kelurahan Banggae, kabupaten Majene;
Sulawesi Barat sejak tahun 1980. Bidan berdarah Jawa ini telah banyak
melakukan perubahan demi kebaikan masyarakat Majene, bahkan hingga di
masa pensiunnya saat ini.
Kabupaten Majene terletak sekitar enam jam perjalanan darat dari kota
Makassar. Pada tahun 2010 tercatat jumlah penduduk Kabupaten Majene
adalah sebanyak 150.939 jiwa, dengan jumlah penduduk terbanyak berada di
Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae Timur.
Awal masa tugasnya di Majene, bidan Sri Ariati menemui kendala
perbedaan bahasa. Masyarakat Majene umumnya menggunakan bahasa Mandar
sebagai bahasa ibu. Permasalahan bertambah lagi dengan banyaknya dukun
bersalin atau yang biasa disebut ”sando”. Jumlah sando di Kabupaten
Majene sebanyak 172 orang, sedang jumlah bidan hanya 95 orang. Di
wilayah kerjanya sendiri terdapat 18 orang sando.
Selain menolong persalinan, para sando juga menganjurkan setiap ibu
yang baru melahirkan untuk mengangkat air dari sumur ke rumah. Kebiasaan
ini sudah menjadi tradisi turun-menurun di Kabupaten Majene. Hal ini
cukup membahayakan, bahkan pernah ada kasus seorang ibu yang pingsan
sehabis melakukan tradisi angkat air karena kelelahan karena ia juga
harus menyusui bayi kembarnya.
Untuk dapat melakukan perubahan di masyarakat, langkah yang pertama
dilakukan oleh bidan Sri Ariati adalah berusaha mendekati para sando
untuk diajak bermitra karena setiap ibu di sana memiliki sando
kepercayaannya sendiri-sendiri. Namun hal ini bukanlah hal yang mudah,
karena para sando umumnya hanya bisa berkomunikasi menggunakan bahasa
mandar. Untuk itu bidan Sri Ariati mulai mempelajari bahasa Mandar
secara perlahan-lahan.
Saat bidan Sri Ariati mulai bisa sedikit bahasa Mandar, ia lebih
mudah berkomunikasi dengan sando dan masyarakat secara umum. Ia terus
mengunjungi satu persatu rumah sando untuk menjalin kerjasama dengan
mereka. Terkadang ia memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu di rumah sando
dengan menggunakan bahasa mandar yang masih terbata-bata.
Melalui pendekatan yang intensif selama empat tahun, akhirnya bidan Sri
Ariati sukses merangkul 18 orang sando di wilayah kerjanya untuk
melakukan kemitraan. Budaya mengangkat air juga sudah tidak dilakukan
lagi. Saat ini bidan Sri Ariati bukan hanya seorang bidan, tetapi juga
tokoh yang dihormati. Masyarakat di desanya memberinya julukan ”Daeng
Sombere” yang berarti si peramah.
2. KATEGORI PROMOSI KESEHATAN
Menuju Generasi Sehat di Tanah Deli
Nama : Bidan Dewi Susila
Usia : 32 tahun
Bidan : Sejak tahun 1998
Lokasi : Desa Tanjung Morawa – A, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang
Penghargaan : Bidan desa terbaik 1 kab. Deliserdang 2009, desa siaga terbaik 1 sumut
Bidan Dewi Susila adalah seorang aktivis pencegahan HIV/AIDS usia
dini di Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Kecamatan Tanjung Morawa terletak di kawasan Industri yang berjarak
kurang lebih 60 kilometer dari kota Medan. Mayoritas penduduk di daerah
ini bermata pencaharian sebagai buruh pabrik. Daerah ini merupakan
wilayah kecamatan dengan angka penyebaran HIV paling tinggi di kabupaten
Deli Serdang. Saat ini tercatat ada 138 kasus HIV/AIDS yang umumnya
ditularkan melalui penyalahgunaan narkoba suntik. Penyalahgunaan narkoba
cukup marak di kalangan pemuda Tanjung Morawa akibat anggapan bahwa
mengonsumsi narkoba adalah tren yang patut diikuti. Kondisi ini
diperparah dengan kekurangpahaman mereka akan bahaya dan cara penularan
HIV/AIDS. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab tingginya angka
infeksi HIV/AIDS di wilayah ini. Melihat permasalahan tersebut, bidan
Dewi Susila merasa terpanggil untuk melakukan pencegahan penularan
HIV/AIDS sejak dini. Bidan meyakini, usia remaja merupakan usia yang
tepat untuk mendapatkan melalui program “Kesan Pertama”. Secara umum,
program ini merupakan kegiatan penyuluhan kesehatan bagi remaja yang
dikemas secara menarik dan menyenangkan. Remaja merupakan cikal bakal
terbentuknya keluarga sekaligus usia paling rentan terpengaruh narkoba.
Untuk itu bidan Dewi Susila memfokuskan programnya untuk menyasar
kelompok usia ini. Dalam pelaksanaan program KesanPertama, bidan
mendatangi secara langsung kegiatan rutin kelompok remaja desa dan
sekolah untuk memberikan pendidikan kesehatan dan Tanya jawab. Materi
yang disampaikan antara lain penyuluhan kesehatan reproduksi, motivasi,
kepemimpinan, pendewasaan usia perkawinan, diskusi tentang perilaku
hidup bersih dan sehat, penyalahgunaan narkoba, dan pencegahan HIV/AIDS.
Kesan Pertama dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.
Program ini diselenggarakan melalui pertemuan rutin yang diadakan setiap
bulan dan ditutup dengan acara puncak yang diadakan setiap tahun. Acara
puncak dari program ini adalah kegiatan kemah dan outbond bersama
yang melibatkan pembicara kesehatan, remaja, ibu-ibu dan lansia. Sejauh
ini program Kesan pertama telah melibatkan 180 orang yang mayoritas
adalah remaja. Mereka yang terlibat dalam program ini nantinya disiapkan
untuk menjadi agen penyebar informasi mengenai bahaya dan cara
penularan HIV/AIDS. Melalui program ini pula terungkap para penderita
HIV/AIDS baru yang akhirnya mau memeriksakan diri untuk mencegah
penularan penyakit ini ke orang lain.
KB Pria Tanda Cinta
Nama : Bidan Ni Nyoman Rai Sudani
Usia : 51 tahun
Bidan : Sejak tahun 1982
Lokasi : Kecamatan Abiansemal, Kab. Badung, Bali
Penghargaan : Juara 1 lomba KB pria, kab. Badung, juara 1 kader teladan propinsi Bali, (training: in house training dasar hukum kesehatan,manajemen ormas dan LSM)
Ni Nyoman rai Sudani, lahir di Badung, Bali pada 28 Oktober 1960. Sebagai bidan di puskesmas Abiansemal 3, Badung, Bali beliau aktif mempromosikan KB pria (Vasektomi) di wilayahnya.
Kecamatan Abiansemal berlokasi sekitar 15 Km dari pusat Kabupaten Badung, Bali. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani di samping pedagang dan tukang.
Untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera, Ibu Rai Sudani menjadi mitra warga Abiansemal yang ingin melakukan program keluarga berencana (KB). Namun selama melayani peserta KB di daerahnya, beliau banyak menerima keluhan dari para ibu yang bermasalah dengan alat kontrasepsi yang dipakainya. Masalah yang dihadapi biasanya berhubungan dengan menstruasi yang tidak lancar, sakit, dan mengeluarkan terlalu banyak darah. Selain itu 5 pasiennya tetap hamil walau sudah ber-KB.
Masalah ini teryata juga pernah dialami oleh Bidan Rai Sudani sendiri beberapa tahun yang lalu sebelum suaminya memutuskan untuk mengikuti KB Vasektomi. Berdasarkan pengalamanya, KB Vasektomi mampu menghindarkan perempuan dari efek samping pemakaian kontrasepsi wanita namun aman bagi pria. Berangkat dari pengalaman ini Ibu Rai Sudani kemudian tergerak untuk mempromosikan KB Vasektomi di kecamatan Abiansemal.
Kegiatan promosi KB Vasektomi ini antara lain melakukan konseling kepada calon akseptor. Akseptor ini diprioritaskan dari keluarga kurang mampu dan mempunyai anak lebih dari 2. Selain itu juga diadakan pertemuan rutin para akseptor vasektomi setiap bulan. Usaha mempromosikan KB Vasektomi ini bukan tanpa masalah. Masyarakat sampai saat ini masih mempercayai rumor bahwa KB Vasektomi dapat menimbulkan gangguan dan mengurangi kenikmatan berhubungan seksual bagi pemakainya. Padahal berdasarkan pengalaman selama ini, para akseptor vasektomi tidak mengalami masalah seperti itu. Justru melindungi istri untuk terhidar dari efeksamping dari kontrasepsi. Bidan Rai Sudani telah menghimpun 15 orang peserta Vasektomi yang kini menjadi promotor kepada anggota masyarakat yang lain.
Bidan Dekat Bersalin Selamat
Nama : Bidan Ponirah
Usia : 43 tahun
Bidan : sejak tahun 1990
Lokasi : Desa Harjatani, Kabupaten Serang, Banten
Ibu Hj. Ponirah Lahir di Lampung pada 2 Mei 1968. Sejak 1995 beliau merintis Bidan Praktek Swasta (BPS), sebuah unit pelayanan kesehatan mandiri di Desa Harjatani, Kecamatan Keramat Watu, Serang Banten. Namun, karena lokasi tersebut berada di perbatasan desa Waringin Kurung, beliau lebih banyak melayani warga desa ini dibandingkan warga Harjatani.
Desa Waringin Kurung dan Harjatani terletak kurang lebih 25 kilometer dari Kota Serang. Mayoritas penduduk di desa ini bermata pencaharian sebagai petani salak dengan rata-rata penduduk masih berada di bawah garis kemiskinan.
Karena lokasinya yang jauh dari rumah sakit, kehamilan dan persalinan di desa ini lebih banyak di tolong oleh dukun beranak atau “Parai”. Hal ini menyebabkan proses persalinan menjadi beresiko hingga berdampak pada tingginya angka kematian ibu dan bayi. Kebanyakan kasus kematian bayi terjadi akibat dukun yang masih menangani persalinan tidak normal tanpa menganjurkan ibu untuk dirujuk ke rumahsakit.
Berangkat dari masalah tersebut, Bidan Ponirah terinspirasi untuk mendirikan Bidan Praktek Swasta (BPS) di tempat tinggalnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan serta mengurangi angka kematian bayi di Waringin Kurung dan Harjantani.
Kegiatan di BPS ini meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan normal, senam hamil, konsultasi reproduksi, KB, imunisasi, dan konsultasi gizi balita.
Selain kegiatan tersebut, melalui Bidan Ponirah juga menjalin kemitraan dengan 10 dukun bayi di wilayahnya. Dengan kemitraan ini semua proses persalinan di desa Waringin Kurung dan Harjatani berada di bawah pengawasan bidan.
Dengan adanya BPS ini, warga mendapatkan layanan kesehatan dan konsultasi yang siaga 24 jam. Dengan demikian keselamatan persalinan dan warga masyarakat secara umum lebih terjamin.
Ibu Hj. Ponirah Lahir di Lampung pada 2 Mei 1968. Sejak 1995 beliau merintis Bidan Praktek Swasta (BPS), sebuah unit pelayanan kesehatan mandiri di Desa Harjatani, Kecamatan Keramat Watu, Serang Banten. Namun, karena lokasi tersebut berada di perbatasan desa Waringin Kurung, beliau lebih banyak melayani warga desa ini dibandingkan warga Harjatani.
Desa Waringin Kurung dan Harjatani terletak kurang lebih 25 kilometer dari Kota Serang. Mayoritas penduduk di desa ini bermata pencaharian sebagai petani salak dengan rata-rata penduduk masih berada di bawah garis kemiskinan.
Karena lokasinya yang jauh dari rumah sakit, kehamilan dan persalinan di desa ini lebih banyak di tolong oleh dukun beranak atau “Parai”. Hal ini menyebabkan proses persalinan menjadi beresiko hingga berdampak pada tingginya angka kematian ibu dan bayi. Kebanyakan kasus kematian bayi terjadi akibat dukun yang masih menangani persalinan tidak normal tanpa menganjurkan ibu untuk dirujuk ke rumahsakit.
Berangkat dari masalah tersebut, Bidan Ponirah terinspirasi untuk mendirikan Bidan Praktek Swasta (BPS) di tempat tinggalnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan serta mengurangi angka kematian bayi di Waringin Kurung dan Harjantani.
Kegiatan di BPS ini meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan normal, senam hamil, konsultasi reproduksi, KB, imunisasi, dan konsultasi gizi balita.
Selain kegiatan tersebut, melalui Bidan Ponirah juga menjalin kemitraan dengan 10 dukun bayi di wilayahnya. Dengan kemitraan ini semua proses persalinan di desa Waringin Kurung dan Harjatani berada di bawah pengawasan bidan.
Dengan adanya BPS ini, warga mendapatkan layanan kesehatan dan konsultasi yang siaga 24 jam. Dengan demikian keselamatan persalinan dan warga masyarakat secara umum lebih terjamin.
3. KATEGORI PEMBERDAYAAN EKONOMI
Modal Koperasi Bekal Mandiri
Nama : Bidan Sri Puayah
Usia Bidan : sejak tahun 1996
Lokasi : Kelurahan O. Mangunharjo Kec Purwodadi Kabupaten Musi Rawas –Sumatera Selatan
Penghargaan : Bidan terbaik 1 kab. Musi rawas (2001), bidan terbaik 2 prop. Sumsel (2002), Bidan delima sumatera selatan (2008)
Bidan Sri Puayah lahir di Musi Rawas, 05 Agustus 1977. Terhitung
Juli 2011 beliau bertugas di Desa O. Mangunharjo kecamatan Purwodadi,
kabupaten Musi Rawas. Sebelumnya beliau bertugas di Desa P1 Mardiharjo
dan mempelopori berdirinya Koperasi Simpan Pinjam Barokah. Meskipun
pindah tugas, beliau masih aktif di koperasi ini.
Desa p1 Mardiharjo berlokasi…. Dengan mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagai.. (kondisi geografi dan ekonomi warga)
Selama mengabdi di desa ini Sri menyadari bahwa perannya sebagai
bidan sangat besar, mengingat profesi bidan berhubungan langsung dengan
kehidupan bermasyarakat bukan di bidang kesehatan saja. Keinginannya
untuk berbuat lebih banyak demi Desa membuka pikirannya untuk mendirikan
koperasi yang nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya di
bidang kesehatan.
Melalui musyawarah dan mufakat bersama akhirnya bersama masyarakat
dibentuklah koperasi JPKM Barokah pada Agustus tahun 2002 beranggotakan
34 orang. Hasil usaha dari system koperasi ini dialokasikan untuk
berbagai program perbaikan kesehatan ibu dan anak di desa P1 Mardiharjo.
Awalnya bidan Sri Partiyah mendirikan koperasi barokah untuk membantu
ibu-ibu melaksanakan proses persalinan maupun pemeriksaan kehamilan.
Namun, pada2007 pemerintah mengeluarkan program jaminan persalinan
(Jampersal) untuk warga kurang mampu. Dengan demikian bidan mengalihkan
fungsi koperasi social Barokah menjadi koperasi yang nantinya bisa
membantu ibu-ibu dalam mendirikan usaha rumahtangga maupun usaha lain
yang nantinya bisa menambah pendapatan bagi keluarga mereka.
Selain bantuan modal untuk meningkatkan pendapatan, Koperasi Barokah
juga perperan dalam perbaikan gizi ibu hamil, pemberian makanan tambahan
bagi balita, dan perbaikan gizi bagi lansia.
Beberapa hasil positif yang didapatkan dengan adanya koperasi ini antara lain :
• Gizi ibu hamil terpenuhi selama kehamilan sampai akhirnya ibu bayi sehat dan selamat.
• Terpenuhinya pemberian ASI eksklusif bagi bayi
• Kasus BGM dan BGT di desa teratasi yang terkoreksi dari berat badan balita naik, dan berada pada garis normal
• Kunjungan Posyandu Lansia bertambah
• Dari danayang diberikan, keluarga memiliki usaha industri rumah tangga
sebagai tambahan penghasilan bagi keluarga. Usaha yang ada berupa
produksi makanan ringan.
Merubah Sampah Menjadi Berkah
Nama : Bidan Sri Partiyah
Usia :
Bidan : Sejak tahun 1995
Lokasi : Desa Duwet, Kec. Bendo. Kab. Magetan
Bidan Sri Partiyah menjalankan program bank sampah untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan warganya. Akibat kemiskinan, banyak balita
di Desa Bendo mengalami gizi buruk. Selama ini penderita gizi buruk di
Desa ini ditangani dengan mengandalkan bantuan dari pemerintah. Di
samping masalah gizi buruk, desa Bendo juga bermasalah dengan sampah.
Banyak sekali sampah berserakan seperti plastik dan kaleng yang
sewaktu-waktu dapat berubah menjadi sarang nyamuk.
Tujuan program ‘Bank Sampah’ adalah untuk memberikan nilai ekonomi
pada sampah untuk mengumpulkan dana kesehatan sekaligus menjaga
lingkungan agar tetap bersih. Mekanisme operasional bank sampah adalah
sebagai berikut:
1. keluarga memilah sampah rumah tangga
2. minggu pertama dan kedua keluarga menyetor ke bank sampah (ditimbang dan dibeli)
3. hasil penjualan ditabung di bank sampah
4. bank sampah menjual sampah ke pengepul
5. tabungan di bank sampah dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan
seperti pemenuhan nutrisi balita, biaya bersalin, kebutuhan rumah
tangga, dan keperluan-keperluan lainnya
Selain untuk keperluan pribadi, hasil dari bank sampah juga digunakan untuk memberikan bantuan kepada balita gizi buruk, pemeriksaan golongan darah gratis kepada ibu hamil dan calon pendonornya.
Selain Bank Sampah, terdapat juga program investasi pohon pepaya. Tanaman papaya dari keuntungan bank sampah ini menjadi tanaman wajib bagi setiap keluarga dengan perjanjian pemanfaatan untuk desa siaga. Apabila buahnya kurang dari 5 desa siaga tidak memanen, apabila buahnya 5-10 desa siaga ikut memanen satu, dan jika buahnya lebih dari 10 maka desa siaga berhak mengambil 2. Buah yang dipetik untuk jatah sendiri bisa digunakan untuk memenuhi nutrisi keluarga atau dijual untuk menambah penghasilan. Sementara buah yang disetorkan, selain untuk operasional desa siaga juga digunakan untuk pemeriksaan kadar gula bagi usia rawan.
Masyarakat menyambut antusias hadirnya bank sampah di desa mereka. Mereka berpartisipasi aktif mengumpulkan sampah, menanam pepaya, dan menjadi pengelola bank sampah.
Dengan adanya bank sampah, disamping menambah penghasilan masyarakat, kini penanganan balita gizi buruk dapat dilakukan secara swadaya. Selain itu lingkungan Desa Duwet kini lebih bersih dan asri.
Koperasi Bunda untuk Semua
Selain untuk keperluan pribadi, hasil dari bank sampah juga digunakan untuk memberikan bantuan kepada balita gizi buruk, pemeriksaan golongan darah gratis kepada ibu hamil dan calon pendonornya.
Selain Bank Sampah, terdapat juga program investasi pohon pepaya. Tanaman papaya dari keuntungan bank sampah ini menjadi tanaman wajib bagi setiap keluarga dengan perjanjian pemanfaatan untuk desa siaga. Apabila buahnya kurang dari 5 desa siaga tidak memanen, apabila buahnya 5-10 desa siaga ikut memanen satu, dan jika buahnya lebih dari 10 maka desa siaga berhak mengambil 2. Buah yang dipetik untuk jatah sendiri bisa digunakan untuk memenuhi nutrisi keluarga atau dijual untuk menambah penghasilan. Sementara buah yang disetorkan, selain untuk operasional desa siaga juga digunakan untuk pemeriksaan kadar gula bagi usia rawan.
Masyarakat menyambut antusias hadirnya bank sampah di desa mereka. Mereka berpartisipasi aktif mengumpulkan sampah, menanam pepaya, dan menjadi pengelola bank sampah.
Dengan adanya bank sampah, disamping menambah penghasilan masyarakat, kini penanganan balita gizi buruk dapat dilakukan secara swadaya. Selain itu lingkungan Desa Duwet kini lebih bersih dan asri.
Koperasi Bunda untuk Semua
Nama : Bidan Kesih Am, Keb.
Usia : 35 tahun
Bidan : Sejak tahun 1995
Lokasi : Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung
Penghargaan : Bidan berprestasi kab. Bandung terbaik 1 kab. Musi rawas (2009), Bidan desa teladan gubernur jawa barat (2009)
Bidan Kesih lahir di Sumedang pada 3 Oktober 1976. Sejak 2006 beliau
bertugas di Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Di
tempatnya bertugas, beliau aktif menjalankan Koperasi Bunda untuk
memfasilitasi kegiatan program kesehatan ibu dan anak, membentuk
posyandu mandiri, dan menambah lapangan kerja bagi masyarakat.
Desa Mekarjaya merupakan daerah terpencil di kaki Gunung Malabar
Kabupaten Bandung. Desa ini dihuni sekitar 5600 jiwa yang mayoritas
berprofesi sebagai buruh tani. Dari 1685 KK yang menghuni desa ini, 1545
diantaranya adalah keluarga miskin.
Masalah terbesar di desa mekarjaya adalah kemiskinan yang mencapai
90% dari total penduduk. Masalah kemiskinan ini berimbas pada kurangnya
asupan nutrisi yang cukup bagi masyarakat, terutama ibu dan anak. Selain
itu, ketiadaan dukungan dana yang memadai dalam keluarga, menyebabkan
banyak keluarga tidak bisa membiayai biaya persalinan dan pasca
persalinan.
Oleh karena itu, melihat kultur masyarakat yang agraris, bidan
menggerakkan masyarakat untuk membangun Koperasi Bunda pada 2006.
Kegiatan koperasi Bunda antara lain memberdayakan masyarakat dengan
menciptakan usaha produktif–agraris seperti pemanfaatan limbah untuk
pupuk organik, industri olahan hasil kebun dan budidaya shorgum. Selain
itu koperasi Bunda juga mempunyai warung yang menyediakan barang
kebutuhan ibu dan bayi serta sembako. Pengurus koperasi ini kebanyakan
merupakan kader Posyandu yang digaji setiap bulan menggunakan SHU.
Selain memberdayakan kader dan masyarakat secara umum, koperasi bunda
juga memfasilitasi pengumpulan beras perelek untuk memfasilitasi dana
sosial bersalin. Beras perelek ini dikumpulkan oleh kader dan
karangtaruna, untuk kemudian dikelola oleh koperasi dan diuangkan. Dana
ini nantinya dapat digunakan untuk memfasilitasi persalinan dan
akomodasi warga yang sakit.
Dengan adanya koperasi Bunda warga masyarakat bisa mendapatkan fasilitas
kesehatan dan persalinan yang memadai disamping tambahan penghasilan.
0 comments:
Posting Komentar